Senin, 23 Mei 2016

PDCA (Deming Circle/Deming Cycle/Wheel)

PDCA atau yang sering disebut juga dengan Deming Circle/Deming Cycle/Wheel, Shewhart Cycle, control circle/cycle, dan Plan Do Study Act (PDSA) adalah sebuah metode manajemen empat langkah iteratif yang digunakan pada proses bisnis untuk kontrol dan peningkatan berkelanjutan dari proses dan produk.
Keempat fase yang terdapat pada PDCA adalah :
Plan : mengidentifikasi dan menganalisis masalah
Pada tahap ini Anda dapat menggunakan beberapa tools yang berguna seperti Drill Down, Cause and Effect Diagram, dan 5 Whys untuk membantu Anda menemukan akan dari permasalahan. Setelah Anda berhasil mengidentifikasi, Anda dapat memetakan proses tersebut. Selanjutnya Anda dapat menggambarkan semua informasi lain yang diperlukan untuk membantu Anda dalam mengeluarkan solusi.
Do : mengembangkan dan menguji solusi yang berpotensi
Fase ini memiliki beberapa aktifitas diantaranya :
  • Mengeluarkan solusi yang memungkinkan
  • Memilih solusi terbaik. (dapat menggunakan teknik Impact Analysis)
  • Mengimplementasikan solusi sementara pada contoh kasus berskala kecil terlebih dahulu (trial)
Pada tahap ini, tindakan Anda belum terimplementasi secara penuh. Implementasi maksimal terjadi pada tahap Act.
Check : mengukur seberapa efektif pengujian solusi sebelumnya dan menganalisis apakah langkah tersebut dapat ditingkatkan
Pada fasa ini Anda akan mengukur seberapa efektif solusi sementara yang telah Anda buat, lalu Anda dapat mengumpulkan informasi dari segala pihak yang terkait untuk bersama-sama membuat agar solusi tersebut lebih baik lagi.
Jika masih belum terlihat hasil yang jelas, Anda dapat mencoba untuk mengulangi tahap Do untuk kembali melakukan Check ulang. Setelah Anda puas dengan apa yang telah Anda capai, maka Anda dapat melaju ke tahap berikutnya (final).
Act : mengimplementasikan solusi yang telah ditingkatkan secara menyeluruh
Sekarang Anda dapat mengimplementasikan solusi Anda secara menyeluruh. Namun kegunaan PDCA tidak hanya sampai disini saja. Jika Anda menggunakan PDCA sebagai bentuk inisiasi dari peningkatan berkelanjutan, maka Anda dapat mengulangi siklus ini dengan kembali pada tahap awal (Plan) dan mengulang semua tahap ini secara berurutan agar sistem Anda mencapai kestabilan dan mengalami peningkatan secara terus menerus.
Lalu pada kondisi apakah PDCA sebaiknya digunakan? PDCA memberikan sebuah problem solving yang terkontrol untuk suatu proses dengan nilai guna yang tinggi. Berikut kami jabarkan kondisi yang paling efektif untuk melakukan PDCA :
  • Saat mengimplementasikan Kaizen atau pendekatan pengembangan berkelanjutan. Ketika cycle PDCA dilakukan, akan terjadi berbagai improvement pada area yang dilaluinya sekaligus menyelesaikan masalah yang ada
  • Ketika mengidentifikasi solusi dan improvement baru untuk sebuah proses yang dilakukan secara berulang-ulang. Pada situasi ini Anda akan mendapat benefit dari peningkatan extra yang ditanamkan pada proses dengan implementasi yang dilakukan berkali-kali.
  • Dalam mengeksplorasi range dari solusi baru yang memungkinkan untuk memecahkan masalah dan menguji sekaligus meningkatkan solusi tersebut dengan implementasi kontrol yang lebih baik
  • Menghindari pemborosan sumber daya dalam jumlah besar yang dapat terjadi jika implementasi dilakukan tanpa pengujian terlebih dahulu
Jelas sekali menggunakan PDCA adalah suatu pendekatan yang lebih lambat daripada melakukan implementasi straightforward dari gung ho. Dalam keadaan emergency tentu Anda tidak perlu lagi melakukan tindakan ini. Namun, Anda akan mendapat keuntungan yang lebih besar jika menerapkan PDCA pada timing atau waktu yang tepat khususnya untuk peningkatan yang berkesinambungan seperti yang telah kami jabarkan di atas.

POAC merupakan sebuah proses

Karena POAC sebuah proses, maka di dalam organisasi keberadaan POAC akan selalu berputar dan tidak akan pernah berhenti. Pendekatan membantu untuk memahami apa yang manajer lakukan, yaitu menganggap pekerjaan mereka sebagai suatu proses. Proses adalah serangkaian tindakan untuk mencapai sesuatu. Misalnya, membuat keuntungan atau menyediakan layanan.  Untuk mencapai tujuan, manajer menggunakan sumber daya dan melaksanakan empat fungsi manajerial utama, yaitu POAC (Planning, Organizing, Actuating, Controlling).
POAC diterapkan dalam setiap organisasi di seluruh dunia guna mempertahankan kelanjutan organisasi. POAC adalah dasar manajemen untuk organisasi manajerial. Terdapat beberapa konsep proses manajemen, misalnya saja PDCE (Plan, Do, Check, Evaluate), dan PDCA (Plan, Do, Check, Action). Namun, konsep POAC lebih banyak digunakan dan diterapkan karena lebih sesuai untuk setiap tingkat manajemen.
Pengertian tiap Fungsi POAC
Fungsi POAC sendiri dalam suatu organisasi adalah untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi suatu organisasi dalam pencapaian tujuannya. Berikut adalah penjelasan singkat tentang tiap bagian dari POAC
A. Planning
Kesuksesan organisasi adalah mencapai tujuan yang telah disusun oleh manajer pada periode awal membentuk organisasi. Planning adalah sebuah proses di mana seorang manajer memutuskan tujuan, menetapkan aksi untuk mencapai tujuan (strategi) itu, mengalokasikan tanggung jawab unutk menjalankan strategi kepada orang tertentu, dan mengukur keberhasilan dengan membandingkan tujuan.
            Sebelum mengetahui lebih lanjut tentang perencanaan terlebih dahulu mengenal perbedaan visi, misi, nilai dasar, dan tujuan. Misi, visi, nilai dasar dan tujuan adalah titik awal dari perencanaan strategi.  Keempat hal ini mengatur konteks landasan dari suatu proses dan untuk menjalankan sesuatu serta unit perencana yang tertanam dalam suatu organisasi. Perbedaan misi menggambarkan tujuan dari suatu organisasi sedangkan visi menggambarkan keinginan untuk masa depan,  seringkali digambarkan dengan jelas, menggugah, singkat oleh manajemer suatu organisasi.       
B. Organizing
Organizing, atau dalam bahasa Indonesia pengorganisasian merupakan proses menyangkut bagaimana strategi dan taktik yang telah dirumuskan dalam perencanaan didesain dalam sebuah struktur organisasi yang tepat dan tangguh, sistem dan lingkungan organisasi yang kondusif, dan dapat memastikan bahwa semua pihak dalam organisasi dapat bekerja secara efektif dan efisien guna pencapaian tujuan organisasi.
Definisi sederhana dari pengorganisasian ialah seluruh proses pengelompokan orang, alat, tugas, serta wewenang dan tanggung jawab sedemikian rupa sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan  yang utuh dan bulat dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
          Pengorganisasian adalah penentuan pekerjaan yang harus dilakukan, pengelompokan tugas dan membagi pekerjaan kepada setiap karyawan, penetapan berbagai departemen serta penentuan hubungan. Tujuan pengorganisasian ini adalah untuk menetapkan peran serta struktur dimana karyawan dapat mengetahui apa tugas dan tujuan mereka.


Prinsip Pengorganisasian
          Proses pengorganisasian dapat dilakukan secara efisien jika manajer memiliki pedoman tertentu sehingga mereka dapat mengambil keputusan dan dapat bertindak. Untuk mengatur secara efektif, prinsip-prinsip organisasi berikut dapat digunakan oleh seorang manajer.
A.    Prinsip Spesialisasi
            Menurut prinsip, pekerjaan seluruh perhatian harus dibagi di antara bawahan atas dasar kualifikasi, kemampuan dan keterampilan. Ini adalah melalui pembagian kerja dapat dicapai yang menghasilkan organisasi yang efektif. Pembagian kerja adalah pemecahan tugas kompleks menjadi komponen-komponennya sehingga setiap orang bertanggung jawab untuk beberapa aktivitas terbatas bukannya tugas secara keseluruhan.
            Tidak semua orang secara fisik dan psikologi mampu melaksanakan semua operasi yang menyusun kebanyakan tugas kompleks, bahkan dengan anggapan seseorang dapat memperoleh semua keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas tadi. Pembagian pekerjaan menciptakan tugas yang lebih sederhana yang dapat dipelajari dan diselesaikan dengan relatif cepat.
B. Prinsip Definisi Fungsional
          Menurut prinsip ini, semua fungsi dalam kekhawatiran harus benar dan jelas kepada manajer dan bawahan. Hal ini dapat dilakukan dengan jelas mendefinisikan tugas-tugas, tanggung jawab, wewenang dan hubungan orang terhadap satu sama lain. Klarifikasi dalam otoritas-tanggung jawab membantu dalam mencapai hubungan koordinasi dan dengan demikian organisasi dapat berlangsung efektif.

C. Prinsip Rentang Pengendalian atau Pengawasan
            Menurut prinsip ini, rentang kendali adalah rentang pengawasan yang menggambarkan jumlah karyawan yang dapat ditangani dan dikontrol secara efektif oleh seorang manajer tunggal. Menurut prinsip ini, seorang manajer harus dapat menangani jumlah karyawan yang dibawahinya. Keputusan ini dapat diambil dengan memilih baik rentang lebar atau sempit froma. Ada dua jenis rentang kendali:
1). Rentang kendali yang luas adalah salah satu di mana seorang manajer dapat mengawasi dan mengendalikan secara efektif sebuah kelompok besar orang pada satu waktu.
2). Rentang kendali yang sempit ini, pekerjaan dan wewenang dibagi antara banyak bawahan dan manajer tidak mengawasi dan mengendalikan kelompok yang sangat besar dari orang di bawah dia. Manajer sesuai dengan rentang yang sempit mengawasi sejumlah karyawan yang dipilih pada satu waktu.
C. Actuating
Actuating, dalam bahasa Indonesia artinya adalah menggerakkan. Maksudnya, suatu tindakan untuk mengupayakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan tujuan organisasi. Jadi, actuating bertujuan untuk menggerakkan orang agar mau bekerja dengan sendirinya dan penuh dengan kesadaran secara bersama- sama untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Dalam hal ini dibutuhkan kepemimpinan (leadership) yang baik.
Actuating merupakan upaya untuk merealisasikan suatu rencana. Dengan berbagai arahan dengan memotivasi setiap karyawan untuk melaksanakan kegiatan dalam organisasi, yang sesuai dengan peran, tugas dan tanggung jawab. Maka dari itu, actuating tidak lepas dari peranan kemampuan leadership.
Leadership dan Actuating
          Actuating jelas membutuhkan adanya kematangan pribadi dan pemahaman terhadap karakter manusia yang memiliki kecenderungan berbeda dan sifatnya dinamis. Maka dari itu, fungsi actuating ternyata jauh lebih rumit dari kelihatannya, karena harus melibatkan fungsi dari leadership. Leadership adalah sebagai pendukung. Karena actuating sendiri memiliki tujuan sebagai penggerak, yang nantinya akan bertujuan mengefektifkan dan mengefisienkan kerja dalam organisasi.
Prinsip Actuating
A.    Pelaksanaan dan Penugasan.
Langkah lanjutan dari penetapan program kerja pengawasan adalah pelaksanaan pengawasan dalam bentuk pemberian tugas. Tjuan utama penugasan adalah untuk mencapai keseimbangan antara beberapa faktor: persyaratan dan kualifikasi personal, keseimbangan untuk pengembangan profesi, dan lain-lain.
B.     Pengawasan Pengelolaan Dana.
Pengelolaan terhadap dana atau anggaran yang digunakan oleh organisasi penting dilakukan agar dana tidak disia-siakan.
C.     Penyediaan dan Pemanfaatan Sarana Pengawasan.
Pengawasan juga membutuhkan saran dan alat untuk melakukan pengawasan, misalnya teknologi yang digunakan untuk memantau kerja anggota organisasi atau pekerja.
D.    Dokumentasi Pengawasan.
Hal ini diperlukan unutuk mendapatkan bukti yang nyata bila terjadi pelanggaran, kesalahan dalam melakukan aktivitas di dalam organisasi.
D. Controling
Pengawasan dapat didefinisikan sebagai proses penentuan, apa yang harus dicapai yaitu standar, apa yang sedang dilakukan yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan apabila perlu melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana yaitu selaras dengan standar.
Jelas sekali bahwa  fungsi pengawasan yang diambil dari sudut pandang definisi sangat vital dalam suatu perusahaan. Supaya proses pelaksanaan dilakukan sesuai dengan ketentuan dari rencana. Melakukan tindakan perbaikan, jika terdapat penyimpangan. Hal ini dilakukan untuk pencapaian tujuan sesuai dengan rencana.
Jadi pengawasan dilakukan sebelum proses, saat proses, dan setelah proses. Dengan pengendalian diharapkan juga agar pemanfaatan semua unsur manajemen menjadi efektif dan efisien.
 Proses dalam Controlling
Dalam controlling ada beberapa proses dan tahapan, yaitu pengawasan. Proses pengawasan dilakukan secara bertahap dan sistematis melalui langkah sebagai berikut:
A.    Menentukan standar yang akan digunakan sebagai dasar pengendalian.
B.     Mengukur pelaksanaan atau hasil yang sudah dicapai.
C.     Membandingkan pelaksanaan atau hasil dengan standar dan menentukan  penyimpangan jika
       ada
D.    Melakukan tindakan perbaikan, jika terdapat penyimpangan agar pelaksanaan dan tujuan
      sesuai dengan rencana
E.     Meninjau dan menganalisis ulang rencana, apakah sudah realistis atau tidak. Jika ternyata
       belum realistis maka perlu di perbaiki

GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL

Teori kepemimpinan situasional atau the situational leadership theory adalah teori kepemimpinan yang dikembangkan oleh Paul Hersey, penulis buku Situational Leader. DanKen Blanchard, pakar dan penulis The Minute Manager, yang kemudian menulis pula bukuManagement of Organizational Behavior (skarang sudah terbit dalam edisi yang ke-9).
Teori ini pada awalnya diintrodusir sebagai “Life Cycle Theory of Leadership”. Sampai kemudian pada pertengahan 1970an “Life Cycle Theory of Leadership” berganti dengan sebutan “Situational Leadership Theory“. Di akhir 1970an dan awal 1980an, masing-masing penulis mengembangkan teori kepemimpinannya sendiri-sendiri. Hersey – mengembangkan Situational Leadership Modeldan Blancard – mengembangkan Situational Leadership Model II.

Definisi kepemimpinan situasional adalah “a leadership contingency theory that focuses on followers readiness/maturity”. Inti dari teori kepemimpinan situational adalah bahwa gaya kepemimpinan seorang pemimpin akan berbeda-beda, tergantung dari tingkat kesiapan para pengikutnya.
Pemahaman fundamen dari teori kepemimpinan situasional adalah tentang tidak adanya gaya kepemimpinan yang terbaik. Kepemimpinan yang efektif adalah bergantung pada relevansi tugas, dan hampir semua pemimpin yang sukses selalu mengadaptasi gaya kepemimpinan yang tepat.
Efektivitas kepemimpinan bukan hanya soal pengaruh terhadap individu dan kelompok tapi bergantung pula terhadap tugas, pekerjaan atau fungsi yang dibutuhkan secara keseluruhan.   Jadi pendekatan kepemimpinan situasional fokus pada fenomena kepemimpinan di dalam suatu situasi yang unik.
Dari cara pandang ini, seorang pemimpin agar efektif ia harus mampu menyesuaikan gayanya terhadap tuntutan situasi yang berubah-ubah. Teori kepemimpinan situasional bertumpu pada dua konsep fundamental yaitu: tingkat kesiapan/kematangan individu atau kelompok sebagai pengikut dan gaya kepemimpinan.

4 Tingkat Kesiapan Pengikut (Follower Readiness)

Gaya kepemimpinan yang tepat bergantung pula oleh kesiapan/kematangan individu atau kelompok sebagai pengikut. Teori kepemimpinan situasional dari Hersey dan Blanchard mengidentifikasi empat level kesiapan pengikut dalam notasi R1 hingga R4. Tingkat kesiapan/kematangan pengikut ditandai oleh dua karakteristik sebagai berikut: (i.) the ability and willingness for directing their own behavior; dan (ii.) the extent to which people have and willingness to accomplish a specific task. Berdasarkan kriteria mampu dan mau, maka diperoleh empat tingkat kesiapan/kematangan para pengikut sebagai berikut:

R1Readiness 1 — Kesiapan tingkat 1 menunjukkan bahwa pengikut tidak mampu dan tidak mau mengambil tanggung jawab untuk melakukan suatu tugas. Pada tingkat ini, pengikut tidak memiliki kompetensi dan tidak percaya diri (dikatakan Ken Blanchard sebagai “The honeymoon is over“).
R2: Readiness 2 — Menunjukkan pengikut tidak mampu melakukan suatu tugas, tetapi ia sudah memiliki kemauan. Motivasi yang kuat tidak didukung oleh pengetahuan dan keterampilan kerja yang memadai untuk melaksanakan tugas-tugas.
R3Readiness 3 — Menunjukkan situasi di mana pengikut memiliki pengetahuan dan keterampilan kerja yang memadai untuk melaksanakan tugas-tugas. Tetapi pengikut tidak mau melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh pemimpinnya.
R4Readiness 4 — Menunjukkan bahwa pengikut telah memiliki pengetahuan dan keterampilan kerja yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas, disertai dengan kemauan yang kuat untuk melaksanakannya.

4 Gaya Kepemimpinan (Leadership Styles)

Tingkat kesiapan/kematangan individu atau kelompok yang berbeda menuntut gaya kepemimpinan yang berbeda pula. Hersey dan Blanchard memilah gaya kepemimpinan dalamperilaku kerja dan perilaku hubungan yang harus diterapkan terhadap pengikut dengan derajat kesiapan/kematangan tertentu.
Perilaku Kerja meliputi penggunaan komunikasi satu-arah, pendiktean tugas, dan pemberitahuan pada pengikut seputar hal apa saja yang harus mereka lakukan, kapan, dan bagaimana melakukannya. Pemimpin yang efektif menggunakan tingkat perilaku kerja yang tinggi di sejumlah situasi dan hanya sekedarnya di situasi lain.

Perilaku hubungan meliputi penggunaan komunikasi dua-arah, mendengar, memotivasi, melibatkan pengikut dalam proses pengambilan keputusan, serta memberikan dukungan emosional pada mereka. Perilaku hubungan juga diberlakukan secara berbeda di aneka situasi.
Kategori dari keseluruhan gaya kepemimpinan diatas diidentifikasi mereka dalam 4 notasi yaitu S1 sampai S4 yang merupakan kombinasi dari dua perilaku diatas:

S1Telling (Pemberitahu) — Gaya ini paling tepat untuk kesiapan pengikut rendah (R1). Ini menekankan perilaku tugas tinggi dan perilaku hubungan yang terbatas. Gaya kepemimpinantelling (kadang-kadang disebut directing) adalah karakteristik gaya kepemimpinan dengan komunikasi satu arah. Pemimpin memberitahu individu atau kelompok soal apa, bagaimana, mengapa, kapan dan dimana sebuah pekerjaan dilaksanakan. Pemimpin selalu memberikan instruksi yang jelas, arahan yang rinci, serta mengawasi pekerjaan secara langsung.
S2Selling (Penjual) — Gaya ini paling tepat untuk kesiapan pengikut moderat (R2). Ini menekankan pada jumlah tugas dan perilaku hubungan yang tinggi. Pada tahapan gaya kepemimpinan ini seorang pemimpin masih memberi arahan namun ia menggunakan komunikasi dua arah dan memberi dukungan secara emosional terhadap individu atau kelompok guna memotivasi dan rasa percaya diri pengikut. Gaya ini muncul kala kompetensi individu atau kelompok meningkat, sehingga pemimpin perlu terus menyediakan sikap membimbing akibat individu atau kelompok belum siap mengambil tanggung jawab penuh atas proses dalam pekerjaan.
S3Participating (Partisipatif) — Gaya ini paling tepat untuk kesiapan pengikut tinggi dengan motivasi moderat (R3). Ini menekankan pada jumlah tinggi perilaku hubungan tetapi jumlah perilaku tugas rendah. Gaya kepemimpinan pada tahap ini mendorong individu atau kelompok untuk saling berbagi gagasan dan sekaligus memfasilitasi pekerjaan dengan semangat yang mereka tunjukkan. Gaya ini muncul tatkala pengikut merasa percaya diri dalam melakukan pekerjaannya sehingga pemimpin tidak lagi terlalu bersikap sebagai pengarah. Pemimpin tetap memelihara komunikasi terbuka, tetapi kini melakukannya dengan cenderung untuk lebih menjadi pendengar yang baik serta siap membantu pengikutnya. Tugas seorang pemimpin adalah memelihara kualitas hubungan antar individu atau kelompok.
S4Delegating (Pendelegasian) — Gaya ini paling tepat untuk kesiapan pengikut tinggi (R4). Ini menekankan pada kedua sisi yaitu tingginya perilaku kerja dan perilaku hubungan dimana gaya kepemimpinan pada tahap ini cenderung mengalihkan tanggung jawab atas proses pembuatan keputusan dan pelaksanaannya. Gaya ini muncul tatkala individu atau kelompok berada pada level kompetensi yang tinggi sehubungan dengan pekerjaannya. Gaya ini efektif karena pengikut dianggap telah kompeten dan termotivasi penuh untuk mengambil tanggung jawab atas pekerjaannya. Tugas seorang pemimpin hanyalah memonitor berlangsungnya sebuah pekerjaan.
Dari keempat notasi diatas, tidak ada yang bisa disebut teroptimal setiap saat bagi seorang pemimpin. Pemimpin yang efektif butuh fleksibitas, dan harus beradaptasi di setiap situasi. Prinsip “One Size Fits All” tidak berlaku dalam gaya kepemimpinan, terutama menghadapi tingkat kesiapan bawahan yang  berbeda.

Mengembangkan dan Memotivasi Pengikut

Seorang pemimpin yang baik mengembangkan kompetensi dan komitmen dari pengikut sehingga mereka memotivasi diri sendiri daripada bergantung pada orang lain untuk diarahkan atau dibimbing. Menurut Hersey tingginya kinerja pemimpin menciptakan harapan yang realistis akan tingginya kinerja dari pengikut. Sebaliknya rendahnya harapan pemimpin mengakibatkan rendahnya kinerja pengikut. Menurut Ken Blanchard empat kombinasi kompetensi dan komitmen akan menciptakan tingkat perkembangan seperti yang disebutkan dalam notasi dibawah ini:
D1 — Kompetensi rendah dan komitmen yang tinggi
D2 — Kompetensi rendah dan komitmen yang rendah
D3 — Kompetensi tinggi dan komitmen yang rendah
D4 — Kompetensi tinggi dan komitmen yang tinggi
Dalam rangka untuk membuat siklus yang efektif, seorang pemimpin perlu memotivasi pengikutnya dengan benar.

Kepemimpinan Situasional II

Hersey dan Blanchard terus bersepakat dengan teori aslinya hingga 1977. Ketika mereka sepakat untuk menjalankan pemahaman masing-masing pada akhir 1970-an, Hersey merubah nama dari kepemimpinan situasional menjadi teori kepemimpinan situasional dan Blanchard menawarkan Teori Kepemimpinan Situasional sebagai Pendekatan Situasional untuk Mengelola Orang. Blanchard dan rekan-rekannya terus merevisi pendekatan situasional untuk mengelola orang, dan pada tahun 1985 diperkenalkan Kepemimpinan Situasional II (SLII).
Pada tahun 1979, Ken Blanchard mendirikan Blanchard Training & Development Inc, (kemudian menjadi The Ken Blanchard Companies) bersama-sama dengan istrinya Margie Blanchard dan dewan pendiri. Seiring waktu, kelompok ini membuat perubahan konsep dari teori kepemimpinan situasional awal pada beberapa bidang utama, termasuk penelitian dasar, gaya kepemimpinan, dan kontinum tingkat perkembangan individu.
Model penelitian kepemimpinan situasional II (SLII) mengakui penelitian yang ada dari teori kepemimpinan situasional dan merevisi konsep berdasarkan umpan balik dari klien, manajer, dan karya peneliti terkemuka pada bidang pengembangan kelompok.
Share it... 

Teori Motivasi Kerja Menurut Abraham Maslow

Piramida hirarki kebutuhan Maslow ini digunakan untuk memahami motivasi manusia. Apa yang membuat orang-orang untuk bekerja dan berbuat. Piramida ini juga digunakan untuk banyak pelatihan manajemen dan tentunya pelatihan pengembangan pribadi.
Berkat adanya hirarki kebutuhan maslow ini, para pemberi kerja semakin sadar akan tanggung jawab mereka. Hal ini mendorong pemberi kerja untuk menyediakan lingkungan kerja yang mendorong dan memungkinkan karyawan untuk memenuhi potensi mereka sendiri unik (aktualisasi diri).
Abraham Maslow kemudian menerbitkan sebuah buku motivasi dan kepribadian yang diterbitkan pada tahun 1954 (edisi kedua 1970). Buku ini memaparkan ide-ide Maslow dan aplikasinya dalam dunia kerja. Buku ini menjadi perhatian banyak orang sehingga menjadi buku referensi dalam pengembangan diri. Bahkan seorang akademisi di bidang psikologi motivasi, Richard Lowry, menerbitkan buku yang didasarkan dari buku Maslow ini.
Abraham Maslow lahir di New York pada tahun 1908. Ia hidup selama 62 tahun dan meninggal pada tahun 1970. Berbagai publikasi telah berkali-kali ia terbitkan. Maslow mendapatkan PhD di bidang psikologi pada tahun 1934 di University of Wisconsin. Ia memiliki ketertarikan sendiri dalam hal meneliti tentang motivasi. Maslow kemudian pindah ke New York Brooklyn College.
Dalam versi pertama, piramida hirarki kebutuhan Maslow terdiri dari lima tahapan yang didasarkan dari pengalaman dan perenungan diri Maslow sendiri. Adapun versi terbaru dari hirarki kebutuhan Maslow yang dikenal sekarang, tidaklah jelas apakah buatan Maslow atau orang yang mengikuti pemikiran Maslow. Dalam teori terbaru Maslow tentang motivasi, dikatakan bahwa terdapat orang termotivasi dikarenakan faktor kognitif, estetik dan transendensi. Namun hal itu terpisah dari piramida kebutuhan Maslow itu sendiri.
Jika anda menemukan versi tambahan tentang piramida kebutuhan Maslow, maka bisa dipastikan hal itu merupakan penafsiran peneliti/penulis lain atas pemikiran Maslow. Dalam versi terbaru, anda akan menemukan model dan diagram yang terdiri dari tujuh dan delapan-tahap hirarki kebutuhan.
Jika kita runut, ada sangat banyak interpretasi dari hirarki kebutuhan Maslow. Dalam artikel ini, anda akan membaca interpretasi saya atas paparan Maslow. Yang menarik adalah dalam buku motivasi dan kepribadian Maslow tentang hirarki kebutuhan, tidak ada satupun gambar piramida yang muncul.

Penjelasan motivasi dari hirarki kebutuhan maslow

Sahabat motivasi, pernahkah kita perhatikan ramainya pagi hari ketika orang-orang hendak ke kantor. Banyak diantara kita yang rela macet berjam-jam untuk berangkat ke tempat kerja. Kenapa ada orang tergerak sedemikian rupa sehingga mau berjibaku melakukan sesuatu? dan kenapa pula ada orang yang tidak tergerak sebegitunya untuk melakukan hal itu?
Setiap orang, tergerak untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu didorong oleh suatu kebutuhan. Anda makan, minum, mencari teman, menghadiri kondangan, dan lain sebagainya karena ada kebutuhan yang ingin dipenuhi.
Diantara sekian banyak kebutuhan yang ada, ternyata ada sejumlah kebutuhan dasar bawaan yang perlu dipenuhi seseorang. Kebutuhan dasar bawaan ini sudah ada dari ribuan tahun yang lalu. zaman bisa saja berubah, tapi kebutuhannya tidak berubah. Hirarki kebutuhan yang Abraham Maslow buat bisa membantu menjelaskan bagaimana kebutuhan ini menjadi sebuah motivasi bagi diri kita.
Logikanya, ketika seseorang memiliki suatu kebutuhan, maka ia bergerak untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kebutuhan itu kemudian menjadi motivasi bagi yang bersangkutan. Dan menurut Maslow, yang paling pertama menggerakan seseorang adalah kebutuhan untuk menjamin keberlangsungan hidup.

Teori Motivasi dan Kepuasan Kerja Frederick Herzberg

Frederick Herzberg lahir di Massachusetts pada 18 April 1923. Ia mengenyam masa pendidikan di City College of New York, kemudian berlanjug ke University of Pittsburgh. Herzberg menjadi profesor di bidang Manajemen di Case Western Reserve University. Di situ juga beliau mendirikan departemen industri Kesehatan Mental. Ia pindah ke University of Utah’s College of Business pada tahun 1972. Di tempat itu pula ia kembali menjadi profesor di bidang manajemen. Ia meninggal di Salt Lake City pada 18 Januari 2000.
Pada tahun 1959, Frederick Herzberg bersama rekannya, Bernard Mausner dan Barbara Bloch Snyderman, menerbitkan buku berjudul “Motivasi dalam Bekerja”.  Bukunya didasarkan pada penelitian atas 200 akuntan dan insinyur di Pittsburgh. Bukunya dinilai banyak orang sebagai salah satu fundamen dalam bidang motivasi di dunia kerja. Dengan desain penelitian yang sangat baik, Herzberg dan rekannya berhasil mengolah data sehingga menghasilkan informasi yang kaya dan dalam.

Penelitian Teori Motivasi Kerja dengan Metode Penelitian Pertanyaan Terbuka

Metode penelitian Herzberg tergolong revolusioner pada zamannya. Ia menggunakan pertanyaan terbuka dan hanya menggunakan sedikit asumsi. Ia fokus pada pendalaman dan analisis data. Sebelumnya ia sudah menggunakan metode penelitian ini. Metode penelitian ini ia gunakan sebelumnya dalam pemilihan personel udara untuk kebutuhan perang dunia tentara Amerika Serikat. Pada zamannya, bahkan hingga kini, jauh lebih populer untuk mengumpulkan data lewat pertanyaan tertutup atau pilihan ganda. Herzberg meyakini bahwa data akan jauh lebih banyak tergali lewat metode pertanyaan terbuka.
Dalam penelitiannya, Herzberg membandingkan penelitiannya dengan 155 penelitian sebelumnya. Penelitian yang dilakukan dari 1920 sampai dengan 1954 itu memiliki topik yang sama, yaitu penelitian atas sikap terhadap pekerjaan. Dengan pengalamannya yang tinggi dan persiapan yang matang, membuat penelitian Herzberg kaya akan data dan informasi.
Buku Herzberg fenomenal Herzberg tersebut kemudian diperluas dengan buku tentang teori motivasi yang ia terbitkan berikutnya. Buku yang ia terbitkan berikutnya antara lain adalah “Work and the Nature of Man” (1966), “The Managerial Choice” (1982), dan “Herzberg on Motivation” (1983).
Pada tahun 1984, kurang lebih setelah 25 tahun karya pertamanya diterbitkan, ia berkomentar:
“Penelitian awal ternyata telah menghasilkan paling banyak replikasi penelitian dibandingkan dengan penelitian manapun dalam sejarah psikologi industri dan organisasi” (sumber: Institute for Scientific Information)
Seakan tidak ingin berhenti berkarya, Herzberg’s secara efektif berusaha untuk memvalidasi penelitiannya itu. Di dunia modern, teori Herzberg sangat relevan dalam menjabarkan hubungan karyawan/pegawai dengan pihak majikan/pemberi kerja. Teori Herzberg menjadi fundamen atas teori lainnya The Psychological Contract. Teori Herzberg juga menjadi dasar bagi Teori Nudge, sebuah konsep manajemen perubahan yang kuat serta motivasi kerja.

Teori Motivasi Kerja Herzberg dan pengaruhnya

Frederick Herzberg adalah orang pertama yang menunjukkan dalam teori motivasi kerja tentang kepuasan dan ketidakpuasan di tempat kerja. Dan Herzberg menggarisbawahi, bahwa kepuasan dan ketidakpuasan itu hampir selalu muncul dari faktor yang berbeda. Jadi, belum tentu jika faktor ketidakpuasan dalam berkerja hilang, maka seseorang otomatis akan puas dalam bekerja.
Pada 1959, Herzberg menulis bahwa faktor-faktor yang memotivasi orang di tempat kerja itu berbeda dan tidak selalu berkebalikan dari faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpuasan. Prinisp inilah yang menjadi fundamen dalam teori motivasi dan kepuasan kerja oleh Frederick Harzberg.
“Kita dapat paparkan… bahwa hal-hal yang membuat orang puas dalam bekerja terkait dengan faktor bagaimana pekerjaan itu dilakukan. Sedangkan hal-hal yang membuat orang tidak puas dalam bekerja terkait dengan bagaimana seseorang memaknai pekerjaannya”
Untuk lebih jelasnya, mari kita simak gambar berikut:

Teori Motivasi Berprestasi McClelland

David McClelland, Penemu Teori Motivasi Berprestasi McClelland

David Clarence McClelland adalah seorang psikolog Amerika. McClelland terkenal karena karyanya tentang Needs Theory (Teori Kebutuhan). Ia menerbitkan sejumlah karya selama tahun 1950-an dan 1990-an dan mengembangkan teori motivasi prestasi yang sering disebut sebagai teori kebutuhan pencapaian. McClelland  akhirnya di hargai sebagai seorang psikolog paling banyak dikutip di abad 15 dan 20.

Kehidupan dan Karya McClelland, Pencetus Teori Motivasi Kerja

McClelland lahir di Mt. Vernon, New York. Dia dianugerahi gelar Bachelor of Arts dari Universitas Wesleyan pada tahun 1938. Ia kemudian mendapat gelar magister dari University of Missouri pada tahun 1939. Ia kemudian mendapatkan gelar PhD nya di bidang eksperimental psikologi dari Universitas Yale.
McClelland mengajar di Connecticut College dan Universitas Wesleyan sebelum bergabung di Harvard pada tahun 1956. Ia berada di Harvard selama 30 tahun, menjabat sebagai Ketua Departemen psikologi dan hubungan sosial. Pada tahun 1987, ia pindah ke Boston University. Disana ia dianugerahi penghargaan di bidang psikologis oleh Asiosi Psikolog Amerika Serikat.
Dalam satu kesempatan, McClelland pernah berucap perihal pandangannya tentang teori pemenuhan kebutuhan:
Memahami motivasi manusia menjadi hal yang menarik. Hal tersebut akan membantu untuk mengetahui apa yang benar-benar diingankan, dan tidak mengejar apa yang tidak cocok dengan diri sendiri. Memahami motivasi akan membuka peluang pengembangan diri. Prinsip motivasi yang tepat akan membantu seseorang mengejar tujuan hidup yang dimilikinya.

Teori Motivasi Tentang Kebutuhan McClelland

McClelland dikenal terutama untuk karyanya yang terkait dengan motivasi. Penelitiannya kemudian berkembang menjadi penelitian tentang kepribadian dan kesadaran pemikiran manusia. Penelitian McClelland ternyata merupakan suatu rintisan tentang motivasi dalam berprestasi di tempat kerja. Ia mengusulkan perbaikan dalam metode dalam menilai prestasi kerja seseorang dan pengukuran kinerja berbasis kompetensi. McClelland mengkritisi pandangan tentang tes kepribadian tradisional yang sekedar didasarkan pada IQ semata. Idenya ini diadopsi di banyak organisasi, dan berhubungan erat dengan teori higiene milik Frederick Herzberg.
Dalam penelitiannya David McClelland memperkenalkan tiga jenis kebutuhan motivasi, yaitu:
  • Motivasi untuk mencapai prestasi (Need for Achievement/n-ach)
  • Motivasi untuk mendapat kekuasaan/otoritas (Need for Power/n-pow)
  • Motivasi untuk bisa berafiliasi (Need for Affiliation/n-affil)
Teori motivasi kerja McClelland ini bermanfaat bagi para pemberi kerja dan si pekerja itu sendiri. Dengan mengetahui apa yang secara hakiki memotivasi seseorang, maka terbukalah kesempatan bagi si pribadi untuk mengembangkan diri. Dengan mengetahui teori McClelland ini, seseorang juga akan mampu melakukan pendekatan yang tepat untuk memotivasi rekan kerja maupun bawahannya.